ASEAN KAA PBB



ASEAN (Association of South East Asian Nation)






ASEAN (Association of South East Asian Nation)

1.     Sejarah dan Latar Belakang ASEAN
Setelah negara – negara di Asia Tenggara mencapai kemerdekaan adanya masing – masing pada masa sesudah Perang Dunia II, dirasakan adanya kebutuhan unttuk menyelesaikan masalah – masalah regional dan internasional secara berkelompok. Para pemimpin dari kawasan Asia Tenggara, seperti Aung San dari Burma(Myanmar), dan Quirino dari Filiphina mengeluh bahwa negara – negara Asia Tenggara lebih mengetahui tentang Eropa atau Amerika, yakkni negara – negara bekas penjajahnya,daripada tentang negara tetangganya sendiri.
Dalam Dekade pertama setelah Perang Dunia II terakhir, sudah ada semacam kerja sama negara – negara Asia, seperti Asian Interrelation Conference pada tahun 1947, dan Asian Conference on Inndonesia yang diselenggarakan di New Delhi pada tahun 1948.
Selanjutnya, perkembangan yang lebih penting adalah diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955, sesudah didahului oleh Konferensi Colombo (1954), dan Konferensi Bogor (1954), yang merupakan bukti kerja sama yang berhasil menanamkan solidaritas di antara negara – negara Asia dan Afrika didalam memecahkan persoalan mereka.
Kerja sama regional di Asia Tenggara dibentuk berdasarkan asas politik adalah Pakta Pertahanan SEATO (South-East Asia Treaty Organization), yang merupakan kerjasama politik dan militer di antara negara – negara di Asia Tenggara dalam membendung Blok Komunis, pada tahun 1954. Dalam konteks Internasional, SEATO seperti halnya NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara) atau CENTO (pPakta Pertahanan Timur Tengah), merupakan dari Perang Dingin diantara Blok Demokrasi dari pihak Amerika Serikat dan Blok Komunis dari pihak Uni Soviet.
Pada bulan Juli 1961, ASA atau Assosiation of South East Asia yang terdiri dari negara – negara Muangthai, Malaysia dan Filipina sebagai anggota, dibentuk. Akan tetapi, karena Sabah menimbulkan pertentangan antara Malaysia dengan Filipina, maka ASA dibubarkan. Selanjutnya, MAPHILINDO yang didirikan tahun 1963 dengan anggota Malaysia, Filipina, dan Indonesia tidak lama usianya, karena Konfrontasi antara Malaysia dengan Indonesia.
Negara-negara Asia Tenggara mempunyai perbedaan Orientasi politik maupun militer berdasarkan berbedanya latar belakang sejarah masing – masing Negara. Akan tetapi, diantara perbedaan – perbedaan itu terdapat banyak persamaan, seperti di bidang ekonomi dan kebudayaanya, sebagai berikut :
1.     Negara – negara ini masih berada dalam tahap nega berkembang
2.     Sama – sama mempunyai maksud meningkatkan tarap penghuidupandan kualitas hidup rakyatnya.
3.     Negara – negara ini memaklumi bahwa hal tersebut merupakan tugas yang berat yang membutuhkan waktu dan tenaga.
4.     Bahwa upaya meningkatkan taraf hidup rakyatnya itu akan menghadapi banya kesulitan, dan bahwa kesukaran tersebut akan dapat diatasi dengan bergabung menjadi satu.
Mengenai kerja sama rgional ini, Presiden Soeharto, sejak tahun 1966 sudah mengemukakan pendapat Indonesia di dalam pidatonya di depan Dewan Perwakilan Rakyat, sebagai berikut ;
“Apabila masalah Malaysia telah diselesaikan, kita dapat melangkah ke arah kegiatan – kegiatan dalam bidang kebijaksanaan luar negeri yang menjalin kerja sama yang erat berdasarkan prinsip saling menguntungkan antara negara – negara Asia Tenggara.kemudian kita akan menghidupkan kembali gagasan Maphilindo dalam lingkup yang lebih luas untuk mencapai suatu Asia Tenggara yang bekerja sama dalam berbagai bidang, terutama dalam bidang – bidang ekonomi, teknik dan budaya.”
a.     Deklarasi Bangkok
Proses kelahiran ASEAN, terjadi dengan dibukanya pertemuan di Bangkok yang berlangsung dari tanggal 5 sampai dengan 8 Agustus 1967. Yang hadir dalam pertemuan tersebut :
1.     H. Adam Malik, Menteri Luar Negari Indonesia ;
2.     Tun Abdul Razak, yang saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri Malaysia ;
3.     Thanat Khoman, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Luar Negari Muangthai (Thailand);
4.     Narcisco Ramos, Menteri Luar Negeri Filipina;
5.     S. Rajaratnam, Menteri Luar Negeri Malaysia.
Mereka berhasil mencapai persetujuan membentuk sebuah organisasi kerja sama negara- negara Asia Tenggara, yang dinamakan ASEAN atau Association of South East Asian Nations. Pada tanggal 8 Agustus 1967, kelima tokoh Asia Tenggara tersebut menandatangani Deklarasi Bangkok, yang isinya mengenai tujuan ASEAN, yakni sebagai berikut ;
2.     Tujuan ASEAN
·       Untuk mempercepat pertmbuhan ekonomi, kemajuan sosial serta pengembangan kebudayaan di kawasan Asia Tenggara melalui usaha bersama dalam semangat kesamaan dan persahabatan untuk memperkokoh landasan sebuah masyarakat Bangsa – Bangsa Asia Tenggara yang sejahtera dan damai;
·       Untuk meningkatkan stabilitas dan perdamaian regional dengan jalan menghormati keadilan dan tata tertib hukum di dalam hubungan antara negara – negara di kawasan ini serta mematuhi prinsip – prinsip Piagam Perserikatan Bangsa – Bangsa;
·       Untuk meningkatkan kerjasama yang aktif serta saling membantu satu sama lain didalam masalah – masalah kepentngan bersama dalam bidang ekonomi, sosial, kebudayaan, teknik, ilmu pengetahuan dan Administrasi;
·       Untuk saling memberikan bantuan dalam bentuk sarana – sarana latihan dan penelitian dalam bidang-bidang pendidikan, profesi, teknik dan administrasi;
·       Untuk bekerja sam dengan lebih efektif dalam meningkatkan penggunaan pertanian serta industri mereka, perluasan perdagangan komiditi internasional, perbaikan sarana – sarana pengangkutan dan komunikasi serta peningkatan taraf hidup rakyat mereka;
·       Untuk memelihara kerja sama yang erat dan berguna dengan organisasi – organisasi internasional dan reginal yang ada dan untuk menjajagi segala kemungkinan untuk saling bekerja sama secara lebih erat di antara mereka sendiri .
Dalam Deklarasi ASEAN juga dikemukakan pentingnya menjaga stabiliatas dan perdamaian kawasan demi berlangsungnya pembangunan nasional masing – masing seperti yang di kemukakanpihak Indonesia, sebagai berikut ;
“...negara – negara Asia Tenggara mempunyai tanggung jawab utama dalam memperkuat stabilitas sosial dan ekonomi kawasan ini dan menjamin pembangunan yang pesat dan damai, dan bahwa mereka ditakdirkan untuk menjamin stabilitas dan keamanan mereka dari campur tangan pihak luar dalam bentuk dan manifestasi apapun untuk memelihara identitas nasional mereka sesuai dengan aspirasi dan cita – cita rakyat mereka.”

3. Keanggotaan ASEAN
            Adapun keanggotaan ASEAN sesungguhnya tidak ada ketentuan yang khusus di dalam penerimaan keanggotaan baru. Hanya pada prinsipnya, apabila ada negara di kawasan Asia Tenggara yang ingin menjadi anggota ASEAN, maka negara yang bersangkutan dapat diterima berdasarkan persetujuan kelima negara pendiri ASEAN. Sebagai contoh, misalnya masuknya Brunei Darussalam ke dalam ASEAN pada tahun 1984.
            Denan demikian, terbuka kesempatan bagi negara – negara seperti, Burma (sekarang Myanmar), Laos, Kamboja dan Vietnam untk menjadi anggota ASEAN, asal saja penerimaan mereka di setujui oleh negara – negara yang penandatangan Deklarasi Bangkok.

4. Pendiri dan Ketua ASEAN
            Berikut ini merupakan negara – negara yang mendirikan ASEAN dan sekaligus menjabat sebagai Ketua ASEAN pada saat diselenggarakan Deklarasi Bangkok yang dilaksanakan dari tanggal 5 sampai dengan 8 Agustus 1967, yakni :
1.     Indonesia diwakili oleh H. Adam Malik;
2.     Malaysia diwakili oleh Tun Abdul Razak;
3.     Muangthai (Thailand) diwakili oleh Thanat Khoman
4.     Filipina diwakili oleh Narsisco Ramos
5.     Singapura diwakili oleh S. Rajaratnam

5. Struktur Organisasi ASEAN
            Untuk melaksanakan segala maksud dan tujuan seperti tercantum dalam Deklarasi ASEAN, maka disusunlah struktur organisasi berdasarkan Deklarasi Bangkok adalah sebagai berikut :
1.     Sidang Tahunan Para Menteri : diadakan secara bergiliran, dan yang biasa disebut ASEAN Ministerial Meeting. Sidang istimewa dari para menteri luar negeri ini dapat pula diadakan apabila dianggap perlu;
2.     Standing committee : di ketuai oleh Menteri Luar negera tuan rumah atau wakilnya, dan anggota – anggotanya terdiri dari para Duta Besar yang mewakili negara – negara anggota ASEAN;
3.     Panitia Tetap dan Panitia Ad Hoc atau Khusus : terdiri dari para tenaga ahli dan pejabat Pemerintah negara – negara Anggota ASEAN, dan bertugas untuk mempelajari persoalan – persoalan khusus;
4.     Sekretarian Nasional ASEAN : disetiap ibukota negara anggota ASEAN : bertugas untuk menyelenggarakan pekerjaan ASEAN atas nama negara yang bersangkutan, juga untuk menyelenggarakan Sidang – Sidang Tahunan dan Istimewa dari para Menteri Uar Negeri, Standing Committee, dan Panitia Tetap dan Khusus.
Stuktur Organisasi ASEAN ini terus dilengkapi dan disempurnakan. Setelah Konferensi Tingkat Tinggi berlangsungdi Bali pada tahun 1967, maka terjadi perubahan sebagai berikut :
1.     Pertemuan Para Kepala Pemerintah (Summit Meeting), yang merupakan kekuasaan tertinggi dalam ASEAN. Pertemuan Tingkat Tinggi (KTT), diadakan apabila perlu untuk memberikan pengarahan kepada ASEAN.
2.     Sidang Tahunan para Menteri Luar Negeri (Annual Ministerial Meeting). Peranan dan tanggungjawab sidang ini adalah merumuskan garis kebijaksanaan dan kordinat kegiatan – kegiatan ASEAN. Juga memeriksa implikasi – implikasi politik dari keputusan – keputusan ASEAN, mengingat semua kegiatan ASEAN akan selalu memberikan implikasi politik dan dipomatik;
3.     Sidang para Menteri Ekonomi, yang diselenggarakan setahun dua kali dan merumuskan kebijaksanaan dan koordinasi kerjasama di bidang ekonomi, disamping menilai hasil – hasil yang telah diperoleh;
4.     Sidang para Menteri Lainnya (Non-Ekonomi), yang bertugas merumuskan kebijaksanaan yang mengenai bidang masing – masing, seperti pendidikan, kesehatan, sosial budaya, penerangan, perburuhan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Sidang diadakan apabila dianggap perlu;
5.     Standing Committee, yang bertugas membuat membuat keputusan dan menjalankan tugas – tugas pada waktu antara Sidang Tahunan Menteri Luar Negeri. Selanjutnya, Standing Committeediperluas dengan Direktur Jenderal ASEAN dari kelima negara anggota.
6.     Komite – Komite ASEAN, yang disederhanakan menjadi dua bidang yakni, bidang ekonomi dan bidang non ekonomi. Dibawah koordinasi para Menteri Ekonomi terdapat lima komite yang masing – masing berkedudukan dilima negara anggota, yakni :
a.      Komite Perdagangan dan Pariwisata (Committe on Trade and Tourism), yang berkedudukan di Singapura;
b.     Komite Industri, Pertambangan dan Energi (Committe on Industry, Mining and Energy), yanng bekedudukan di Filipina;
c.      Komite Keuangan dan Perbankan (Committe on Finance and Banking), yang berkedudukan di Muangthai (Thailand);
d.     Komite pangan, Pertanian, dan Kehutanan ( Committee on Food, Agriculture and Forestry), yang bekedudukan di Indonesia;
e.      Komite Komunikasi dan Transportasi (Committe on Communacatiion and Transportation), yang berkedudukan di Malaysia.
Untuk bidang Non Ekonomi terdapat tiga buah komite yang kedudukannya berpindah tempat setiap tahunnyamenurut abjad negara anggota, Indonesia (I), Malaysia (M), Philippinies (P), Singapore (S), dan Thailand (T). Komite – komite tersebut adalah :
a.      Komite Kebudayaan dan Penerangan (Committee on Culture and Information), berkedudukan di Indonesia;
b.     Komite Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Committee on Sciene and Technology, bekedudukan di Singapura;
c.      Komite Pembangunan Sosial (Committee on Social Development), di Indonesia.
6. Asas ASEAN
            ASEAN sebagai organisasi kerjasama regional di Asia Tenggara menganut asas keanggotaan Terbuka. Ini berarti bahwa ASEAN memberikan kesempatan kerja sama kepada negara – negara lain yang berada di kawasan Asia Tenggara, seperti Vietnam, Laos, dan Burma.
Ø  Zona Damai (ZOPFAN)
Kerjasama politik negara – negara ASEAN terus berkembang, baik melalui pertemuan tahunan para Menteri Luar Negeri, maupun melalui pertemuan khusus atau tidak resmi. Deklarasi Kuala Lumpur (1971) tentang ZOPFAN adalah salah satu hasil pertemuan semacam itu. ZOPFAN (Zone of Peace, Freedom And Neutrality) adalah gagasan untuk menyatakan bahwa negara – negara angota ASEAN bertekad melakukan usaha – usaha yang perlu untuk memperoleh pengakuan dan penghormatan bagi Asia Tenggara Zona Damai, Bebas dan Netral, bebas dari setiap bentuk atau campur tangan oleh negara – negara luar.
Perkembangan politik dan situasi keamanan Asia Tenggara pada awal dekade tahun 1970-an dipengaruhi oleh niat pemerintah Inggris dibawah pimpinan Perdana Menteri Harold Wilson untuk menarik pasukan – pasukannya dari sebelah timur Terusan Suez setelah tahun 1971, dan dengan diumumkannya Doktrin Nixon atau Doktrin Guam tahun 1969mengenai dihentikannya kehadiran dan keterlibatan pasukan – pasukan Amerika Serikat di Asia. Maka, gagasan netralisasi Asia Tenggara tersebut dikemukakan untuk mencegah agar kekosongan akibat penarikan pasukan – pasukan Inggris dan Amerika Serikat itu tidak akan mengundang negara besar lainnya, seperti Uni Soviet untuk menggantikannya.
Untuk menangkal ancaman dari luar yang berbentuk campur tangan atau keterlibatan dalam konflik antarnegara – negara adikuasa, maka keamanan dan stabilitas dalam negeri dan regional menjadi tanggungjawab utama para anggota ASEAN. Deklarasi Kerukunan ASEAN mengemukakan tentang hal ini sebagai berikut :
“kerjasama ASEAN akan memperhitungkan, antara lain, asas – asas berikut untuk mencapai stabilitas politik : (1) Stabilitas masing – masing negara dan anggota kawasan ASEAN merupakan sumbangan yang hakiki pada kedamaian dan keamanan internasional. Masing – masing negara anggota berketetapan untuk melenyapkan ancaman – ancaman yang ditimbulkan oleh subversi terhadap stabilitas nasional dan ASEAN; (2) Negara – negara anggota, sendiri – sendiri dan bersama – sama, akan mengambil langkah – langkah aktif bagi pembentukan secara dini zona Damai, bebas dan netral...”.
Ø  KTT di Bali (1976)
            Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN di selenggarakan di Bali dari tanggal 23 sampai 25 Februari1976, dan dan dihadiri oleh pimpinan negara anggota ASEAN, seperti Presiden Soeharto dari Indonesia, Perdana Menteri Datuk Hussein Onn dari Malaysia, Presiden Marcos dari Filipina, Perdana Menteri Lee Kuan Yew dari Singapura, dan Perdana Menteri Kukrit Pramoj dari Muangthai.
            KTT ASEAN di Bali meruakan pengukuhan kembali prinsip – prinsip kerjasama ASEAN, yang dijabarkan dalam persetujuan – persetujuan yang ditandatangani oleh para pimpinan negara anggota, terutama dalam “Declaration of ASEAN Record” dan “Treaty of Amity and Coorperation in Southeast Asia”.
            Apabila sebelum KTT di Bali bentuk kerja sama regional ditekankan terutama dibidang – bidang ekonomi, sosial dan kebudayaan, maka KTT Bali kerjasama tersebut lebih disempurnakan dan dirinci, selanjutnya juga diperluas dengan kerjasama regional dalm bidang politik, pertahanan, keamanan dan intelijen.
            Kerja sama di bidang politik, pertahanan dan keamanan dilakukan mengingat situasi terakhir di Asia Tenggara. Perang Vietnam baru saja berakhir (1975), sehingga dirasakan kebutuhan akan jaminan stabilitas dan keamanan kawasan Asia Tenggara dari intervensi luar dalam segala bentuk manifestasinya. Maka, Declaration of ASEAN Record (Deklarasi Persetujuan ASEAN) mengemukakan tujuan politik negara – negara anggota dengan penekanan pada keamanan dalam negeri, dengan menegaskan kembali ZOPFAN, Zona Damai, Bebas dan Netral. Walaupun demikian pendapat yang mengatakan ASEAN merupakan suatu pakta militer tidak dibenarkan, seperti yang diungkapkan dalam Deklarasi Kesepakatan ASEAN sebagai berikut :
“Stabilitas masing-masing negara anggota kawasan Asia Tenggara merupakan sumbangan penting terhadap perdamaian dan keamanan internasional. Setiap anggota memutuskan untuk menghilangkan ancaman yang ditimbulkan oleh subversif terhadap stabilitasnya, sehingga akan memperkuat ketahanan nasionaldan ASEAN.”
7.     Prinsip – prinsip ASEAN
Dokumen kedua yang dikeluarkan oleh KTT di Bali adalah Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama di Asia Tenggara (Treaty of Amity and Cooperation in South East Asia), yang isinya antara lain tentang aturan dasar perilaku persahabatan antarnegara anggota, sebagai berikut :
1.     Maksud perjanjian ini adalah untuk memajukan permainan yang kekal, persahabatan dan kerjasama yang langgeng di antara negara – negara ASEAN;
2.     Dalam hubungan – hubungan antara negara anggota ASEAN berlaku prinsip – prinsip :
a.      Penghormatan bersama terhadap kemerdekaan, kedaulatan, persamaan, integrasi teritorial, dan identitas nasional semua bangsa.
b.     Hak setiap bangsa untuk membela eksistensi nasionalnya, bebas dari campur tangan luar, subversi atau paksaan;
c.      Tidak melakukan campur tangan dalam dalam negeri anggota yang lain;
d.     Penyelesaian perbedaan – perbedaan atau perselisihan akan diselesaikan dengan jalan damai;
e.      Penolakan ancaman atau penggunaan kekuatan;
f.      Kerjasama yang efektif di antara negara anggota dan seterusnya.





           


KAA (Konferensi Asia-Afrika)



Konferensi Asia-Afrika
1.     Lahirnya Negara – negara Asia Afrika
Banyak dari kawasan ini yang berjuang untuk memerdekakan dirinya dari iktan para penjajahan. Dimulai dari Lebanon dan Siria (21 Juni 1945), Indonesia (17 Agustus 1945), Yordania (22 Maret 1946), Filipina (4 Juli 1948), India dan Pakistan (15 Agustus 1947), Burma (4 januari 1948), Srilangka (4 Februari 1948), dan selanjutnya. Maka deretan negara – negara yang melepaskan diri dari belenggu kolonialisme barat semakin bertambah.
Kondisi dunia pada waktu itu di liputi oleh apa yang disebut dengan perang dingin antara Amerika Serikat yang memimpin Blok Demokrasi, berhadapan dengan Uni Soviet yang memimpin Blok Komunis.
Banyak diantara negara – negara yang baru merdeka tersebut yang tidak menghendaki terlibat perang dingin tersebut, karena mereka sedang sibuk membangun,di samping masih banyaknya negara di Asia dan Afrika yang masih dijajah dan yang kini sedang hebat – hebatnya berjuang untu kemerdekaan masing – masing. Jadi dapat dimengerti kalau negara – negara Asia tersebut lebih memusatkan perhatian kepada masalah dalam negeri masing – masing daripada masalah luar negeri.
Akan tetapi, perkembangan Internasionalpad awal tahun 1950-an mendorong negara – negara tersebut untuk menaruh perhatian kepada masalah – masalah luar negeri. Perkembangan yang dimaksud ialah berakhirnya Perang Korea (1953), kemudian disusul dengan kekalahan Perancis di Indocina yang diselesaikan dengan Perundingan di Jenewa ini tidak begitu memuaskan bagi Amerika Serikat, sehingga mendorong didirikannya persekutuan militer Asia Tenggara (SEATO) yang terjadi pada tanggal 8 September 1954. Tiga buah negara Asia Tenggara ikut menjadi anggota persekutuan militer ini, yaitu Pakistan, Filipina, dan Thailand.
Terhadap perkembangan terakhir ini beberapa negara Asia Tenggara merasakan perlunya alternayif lain kecuali pembentukan Persekutuan Militer, agar perang dingin tidak meluas ke kawasan Asia Tenggara. Maka atas prakarsa Sir John Kotewala, Perdana Menteri Srilangka pada waktu itu, diselenggarakan Konferensi Colombo pada akhir bulan April tahun 1954. Konferensi yang diketuai oleh Sir John kotewala ini dihadiri oleh 5 (lima) buah negara Asia, yakni :
1.     India, yang diwakili oleh Perdana Menteri Pandit Jawaharlal Nehru
2.     Birma, yang diwakili oleh Perdana Menteri U Nu
3.     Pakistan, yang diwakili oleh Perdana Menteri Mohammad Ali
4.     Indonesia, yang diwakili oleh Perdana Menteri Ali Sastromidjojo, dan
5.     Srilangka, yang diwakili oleh Perdana menteri Sir John Kotewala.
Didalam konferensi Inilah Indonesia mengemukakan gagasannya untuk mengadakan Konferensi yang lebih besar dari lima negara yang hadir di konferensi Colombo saja, yakni Konferensi Asia Afrika. Perdana Menteri, Ali Sastromidjojo mengusulkan konferensi yang luas itu, berdasarkan bahwa didalam Forum Perserikatan Bangsa – Bangsa telah muncul konsultasi dan kerjasama antarnegara – negara Asia Afrika yang telah merdeka dalam menghadapi berbagai masalah. Akan tetapi, diluar PBB belum ad forum untuk menampungnya.
Para Perdana Menteri lainnya telihat agak meragukan keberhasilan usul Indonesia tersebut, akan tetapi Pandit Jawaharlal Nehru, Perdana Menteri India, kemudian mengatakan agar konferensi memberikan dukungan moral terhadap gagasan Indonesia tersebut. Maka didalam komunike akhir Konferensi Colombo, Fasal 14 dicantumkanlahPikiran tentang Konferensi Negara – negara Asia Afrika itu sebagai berikut :
“Para Perdana Menteri membicarakan keinginan mengadakan sebuah konferensi negara – negara Asia – Afrika, dan mendukung sebuah usul agar Perdana Menteri indonesia mempelajari kemunngkinan diadakannyakonferensi semacam itu.”
Pada akhir tahun itu juga, yakni pada tanggal 28 dan 29 Desember 1954, telah diselenggarakan Konferensi Bogor yang di hadiri oleh kelima Perdana Menteri Konferensi Colombo. Didalam Konferensi ini Indonesia melaporkan tenyang hasilpenjajakannya. Para Perdana Menteri akhirnya setuju akan diadakannya sebuah Konferensi Asia Afrika, dengan kelima negara tersebut sebagai sponsor bersama. Beberapa hal penting lainnya juga diputuskan bersama dalam konferensi Bogor tersebut, antara lain mengenai tujuan Konferensi Asia Afrika, yang dijabarkan ebagai berikut :
1.     Meningkatkan muhibah dan kerjasama diantara bangsa – bangsa Asia Afrika, menyelidiki dan memajukan minat – minat mereka bersam serta membentuk dan meningkatkan hubungan – hubungan persahabatan dan bertetangga baik ;
2.     Mempertimbangkan masalah – masalah sosial, ekomnomi, dan kebudayaan dan hubungan antarnegara – negara yang diajukan;
3.     Mempertimbangkan masalah – masalah yang menjadi perhatian khusus rakyat – rakyat Asia Afrika, antaralain persoalan mengenai kedaulatan nasional serta mengenai realisme dan kolonialisme;
4.     Menilik kedudukan Asia dan Afrika serta rakyat mereka di dunia masa kini dan sumbangan yang dapat mereka berikan untuk meningkatkan perdamaian dan kerjasama dunia.
Konferensi Bogor juga memutuskan untuk mengundang negara – negara berikut untuk mengambil bagian dalam Konferensi Asia Afrika yang akan diselenggarakan minggu akhir bulan April tahun 1955 :

1.     Afganistan
2.     Kamboja
3.     Federasi Afrika Tengah
4.     Cina
5.     Mesir
6.     Ethiopia
7.     Pantai Emas
8.     Iran
9.     Irak
10.  Jepang
11.  Yordania
12.  Laos
13.  Lebanon
14.  Liberia
15.  Libia
16.  Nepal
17.  Filipina
18.  Arab Saudi
19.  Sudan
20.  Suriah
21.  Muangthai
22.  Turki
23.  Vietnam Utara
24.  Vietnam Selatan
25.  Yaman



2. Lahirnya Solidaritas Asia Afrika
            Akhirnya konferensi Asia Afrika diselenggarakan di Bandung, dari tanggal 18 sampai denagan 24 April 1955, dengan sponsor negara  - negara Birma, Srilangka, India, Indonesia dan Pakistan. Kecuali negara – negara sponsor, Konferensi ini juda dihadirioleh 24 negara sebagai berikut

1.     Afganistan
2.     Kamboja
3.     Cina
4.     Mesir
5.     Ethiopia
6.     Pantai Emas
7.     Iran
8.     Irak
9.     Jepang
10.  Yordania
11.  Laos
12.  Lebanon
13.  Liberia
14.  Libia
15.  Nepal
16.  Filipina
17.  Arab Saudi
18.  Sudan
19.  Suriah
20.  Muangthai
21.  Turki
22.  Vietnam Utara
23.  Vietnam Selatan
24.  Yaman

Belum pernah ada pernah ada pertemuan yang begitu banyak dikunjungi oleh tokoh – tokoh terkenal Asia Afrika sekaligus. Demikianlah, yang terjadi sebenarnya karena pada waktu itu hadir Chou En-lai dari RRC, Gamal Abdel Nasser yang menjabat sebagai Perdana Menteri mesir pada waktu itu, Raja Norodom Sihanouk dari Kamboja yang merupakan anggota termuda dalam Konferensi, Pham Van Dong yang menjabat sebagai wakil Perdana Menteri dan sebagai Menteri Luar Negeri Vietnam Utaradan Carlos P. Romulo yang mewakili Presiden Filipina.
Sedang dari pihak negara sponsor, para Perdana Menteri memimpin Delegasi negaranya masing – masing, seperti : Pandit Jawaharlal Nehru dari India, U Nu dari Burma, Sir John Kotewala dari Srilangka dan Ali Sastrowidjojo dari Indonesia.
Diantara 29 negara peserta Konferensi Asia Afrika sebagian besar adalah negara – negara Asia Afrika yang baru merdeka. Maka dapat dimengerti, andai kata semangat yang menjiwai Konferensi ini ialah semangat anti kolonialisasi dan rasialisme. Berikut Pidato Pembukaan Konferensi Asia Afrika oleh Presiden Soekarno :
“...Kita bersatu misalnya oleh sikap yang sama dalam membenci kolonialisme dalam bentuk apa saja ia muncul. Kita bersatu oleh sikap yang sama dalam hal membenci rasialisme. Dan kkita bersatu karena ketetapan hati yang sama dalam usaha mempertahankan dan memperkokoh perdamaian dunia”.
Bahwa keanekaragaman Bangsa, agama, dan kawasan negara peserta KAA tidak menghalangi mereka untuk bersatu, dengan terbentuknya perdamaian, diungkapkan dalam pidato penutupan delegasi India dalam konferensi, yang diucapakan oleh Jawaharlal Nehru, ssebagai berikut :
“...keanekaragaman disebabkan karena dunia tampak berbeda dari tempat dimana anda berada. Apabila anda berada di bagian Asia paling Timur, maka anda akan mendapat pemandangan dan persoalan dunia yang berbeda. Apabila anda berada di bagian Asia paling Barat, maka anda mendapata prespektif yang lain lagi, dan apabila  anda berada di Afrika, dengan sendirinya masalah – masalah Afrika akan membanjiri Anda. Demikianlah, kita datang dengan prespektif masing – masing, dan tidak diragukan lagi masing – masing menganggap masalahnya adalah yang paling penting didunia, namun pada saat yang sama mencoba mengerti, bahwa masalah yang besar adalah masalah dunia, dan yang kedua adalah masalah Asia Afrika, ... Bagaimana anda akan memecahkan persoalan, apabila perdamaian itu sendiri terancam dan bahaya disia – siakan? ... Persyaratan yang paling penting adalah Perdamaian”.

3. Lahirnya Dasasila (Semangat) Bandung
            Masalah – masalah mengenai perdamaian dunia dan kerjasama internasional menjadi pemikiran utama sidang – sidang Konferensi Asia Afrika. Rasa khawatir terhadap ketegangan internasional yang disebabakan ancaman penggunaan senjata atom merupakan persoalan perdamaian yang erat hubungannya dengan masalah keamanan internasional. Untuk keperluan ini semua negara didunia sebaiknya bekerja sama dalam memecahkan persoalan pengurangan dan penghapusan senjata nuklir melalui Lembaga Perserikatan Bangsa – Bangsa, sehingga pengawasan lemaga ini tenaga nuklir hanya digunakan untuk keperluan damai saja. Hal ini sesuai dengan kepentingan negara – negara Asia Afrika, yang terlebih dahulu harus meningkatkan taraf hidup dan kemajuan sosial.
            Selanjutnya, konferensi Asia Afrika juga memperjuangkan asas hak menentukan nasibnya sendiri bagi semua bangsa, dan kebebasan serta kemerdekaan harus secepatnya diserahkan kepada mereka yanng masih berada dalam penjajahan. Semua bangsa berhak unuk memilih sendiri dengan beban sistem politik atau ekonomi yang dianutnya, sesuai dengan prinsip – prinsip yang terdapat dalam piagam Perserikatan Bangsa – Bangsa.
            Secara gamblang, tuntutan negara – negara Asia Afrika tercantuym dalam sepuluh pasal Piagam Bandung, yang kemudian terkenal dengan nama sebutan Dasasila Bandung
1.     Menghormati hak – hak dasar manusia dan tujuan – tujuan serta asas – asas yang termuat dalam piagam PBB.
2.     Menghormati kedaulatan dan intervensi teritorial semua bangsa – bangsa.
3.     Mengakui persamaan semua suku – suku bangsa dan semua persamaan bangsa – bangsa besar maupun kecil.
4.     Tiidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soal – soal dalam negeri negara lain.
5.     Menghormati hak tiap – tiap bangsa untuk mempertahankan diri sendiri secara sendirian atau secara kolektif, yang sesuai dengan piagam PBB.
6.     a. Tidak menggunakan peraturan – peraturan dari pertahanan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus dari negara – negara besar.
b.     tidak melakukan tekanan terhadap negara lain.

7.     tidak melakukan tindakan – tindakn atau ancaman agresi ataupun penggunaan kekerasan terhadap Integarsi teritorial atau kemerdekaan politik suatu negara.
8.     Menyelesaikan segala perselisihan-perselisihan internasional dengan jalan damai, seperti perundingan, persetujuan, arbitrase atau penyelesaian hakim, ataupun lain-lain cara damai lagi menurut pihak-pihak yang bersangkutan, yang sesuai dengan piagam PBB.
9.     Memajukan kepentingan bersama dan kerja sama.
10.  Menghormati hukum kewajiban-kewajiban internasional.
Dampak KAA Terhadap Politik Luar Negeri
            Landasan politik luar negeri Indonesia seperti yang dijabarkan di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, adalah bertujuan antara lain mempertahankan kenerdekaan bangsa, melindungi keselamatan bangsa dan negara, dan ikut melaksanakan perdamaian dunia (Sartono Kartodirdjo, et., al. 1976: 324).
Konferensi Asia Afrika di dalam keputusannya yang tercantum dalam Dasasila Bandung atau “Deklarasi Bandung”, yang juga disebut “Semangat Bandung”, memperjuangkan juga kemerdekaan bagi setiap bangsa di dunia, khususnya bagi bangsa-bangsa Asia Afrika yang masih hidup dalam penjajahan. Semamgat Bandung inilah yang menjiwai “Deklarasi tentang Dekolonisasi” yang dihasilkan oleh Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, di dalam sidangnya yang ke-15 tahun 1960. Keputusan ini juga dikenal sebagai “Deklarasi tentang Pemberian Kemerdekaan kepada Negeri-negeri dan Bangsa-bangsa Terjajah” (Mochtar Kusumaatmaja, 1983: 94).
Semangat Bandung juga memperjuangkan perdamaian dunia dengan upaya-upaya untuk meredakan kegentingan internasional, yang ditimbulkan oleh perang dingin antara dua kekuatan dunia yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet. Maka dengan usaha ini, dunia yang terpecah menjadi dua kubu yang berkonfrontasi berubah dengan retaknya monolitik komunis menjadi dunia yang berkubu majemuk (multipolar), dan mencairnya ketegangan dunia ke arah hidup berdampingan secara damai (koeksistensi damai) (Ruslan Abdulgani, 1977: 30).
  Konferensi Asia Afrika juga telah menempatkan Indonesia di tempat yang terhormat dalam politik dunia, meningkatkan kedudukan internasional dan politik luar negeri yang bebas dan aktif. Indonesia tdak hanya menjalin hubungan yang berorientasi kepada negara-negara Barat saja, akan tetapi kini lebih mendekatkan diri kepada negara-negara Asia Afrika dan kubu sosialis. Dalam rangka dekolonisasi dan dukungan serta semangat solidaritas Asia Afrika, maka Indonesia memperjuangkan pembebasan Irian Jaya (Irian Barat).


Gerakan Non-Blok
Latar Belakang Lahirnya Gerakan Non-Blok
            Perang Dunia Kedua ternyata telah mewariskan suasana ketegangan dunia, disebabkan dua negara yang menang dalam peperangan itu yakni Amerika Serikat dan Uni Soviet, terlibat dalam persaingan kekuatan yang disebut dengan perang dingin. Kedua negara tersebut berlomba dalam rebutan pengaruh, baik diantara negara-negara maju, tetapi terutama di negara-negara yang baru saja merdeka. Mereka juga selalu hadir di bagian dunia yang sedang kemelut, karena baik Amerika Serikat maupun Uni Soviet merasa berkepentingan dalam sengketa apapun,  agar salah satu diantara mereka berhasil memasukkan pengaruhnya, untuk tidak dikalahkan dalam persaingan dunia.
            Di dalam negeri RRC sendiri terjadi kemelut akibat pemberontakan yang terjadi di Tibet pada tahun 1959, disusul oleh insiden perbatasan dengan India pada tahun itu juga menyebabkan suasana permusuhan diantara dua negara, walaupun RRC di dalam perang dingin selalu dikelompokkan kepada blok komunis Uni Soviet, namun sudah terihat tanda-tanda keretakan di dalam hubungan antarnegara mereka.
            Di Asia Tenggara, situasi yang mengancam perdamaian ialah timbulnya ketegangan di Indonesia, disebabkan oleh pertentangan antara kelompok Pemerintah Kerajaan Laos yang di dukung oleh Perancis melawan kelompok Pathet Lao, yang dibantu oleh Uni Soviet.
            Di kawasan Timur Tengah ketegangan terjadi karena sengketa antara Israel dengan negara-negara Arab mengenai Palestina. Kemudian pada tahun 1959 di dirikan CENTO (Central Treaty Organization), sebuah fakta militer sebagai pengganti Pakta Bagdad, untuk membendung pengaruh Uni Soviet di Timur Tengah. Tahun 1960 ditandai dengan lahirnya Kuwait sebagai negara merdeka, akan tetapi Aljazair masih tetap memperjuangkan kemerdekaannya dari Perancis.
            Di kawasan Amerika Latin, kemelut terjadi di Kuba, waktu rejim Batista ditumbangkan oleh Fidel Castro. Amerika Serikat mengira Castro ada di pihaknya, akan tetapi ia adalah pengikut blok komunis pimpinan Uni Soviet. Peristiwa Teluk Babi menunjukkan usaha Presiden John Kennedy untuk mengusir pengaruh komunis dari Kuba, akan tetapi berhasil digagalkan oleh tentara Fidel Castro.
            Di Eropa, ketegangan terjadi akibat pasang surutnya hubungan di Amerika Serikat dengan Uni Soviet, dan sekutunya masing-masing. Kemelut Berlin pada tahun 1958, menimbulkan krisis di Eropa, yang diusahakan penyelesaiannya dengan pertemuan di Paris pada bulan Mei 1960. Namun tidak tercapai kesepakatan antara Blok Timur dan Blok Barat, karena terbukti pertemuan antara Kruschev dan Eisenhouwer berakhir dengan kegagalan. Selanjutnya perlombaan persenjataan kedua Negara adi kuasa tersebut berlangsung terus, walaupun upaya untuk perlucutan senjata berlangsung di Jenewa.

Gagasan Pembentukan Gerakan Non-Blok
            Dalam situasi perang dingin seperti tersebut diatas, banyak Negara yang baru merdeka dalam keadaan terjepit karena terpaksa harus memilih memasuki salah satu Blok. Padahal negara – negara baru tersebut harus mendahulukan kepentingan dalam negerinya dengan usaha – usaha pembangunan. Itulah sebabnya diantara mereka timbul keinginan untuk tidak memasuki salah satu blok, Timur ataupun Barat.
            Pandit Jawaharlal Nehru dari India, misalnya, mengemukakan pandangannya sebagai berikut :
“Didalam bidang luar negeri, India akan menjalankan suatu politik bebas dan menjauhkan diri dari power politik atau politik kekuatan yang dijalankan oleh kelompok – kelompok negara – negara yang aligned sesuatu terhadap yang lain.”
            Sedangkan Wakil Presiden Indonesia, Moh. Hatta, dalam pidatonya didepan sidang BP KNIP di Yogyakarta pada tanggal 12 September 1948 mengemukakan sikap sebagai berikut :
            “… Terlepas dari cita – citanya yang subjektif dan historis akan hidup damai dan bersahabat dengan segala bangsa, masalah yang dihadapi RI memaksa ia dengan sendirinya melakukan politik bebas. Itulah sebabnya RI sekarang ini antara Blok Amerika dan Blok Rusia. Iapun tidak bersedia mengadakan atau ikut campur tangan suatu blok ketiga yang dimaksud untuk mengimbangi kedua blok raksasa itu. Tiap – tiap blok akan menimbulkan curiga dan akhirnya pertentangan.”
            Nama – nama yang selalu dihubungkan dengan kegiatan terbentuknya Gerakan Non-Blok adalah Pandit Jawahaarlal Nehru dari India, Gamal Abdul Nasser dari Mesir, Presiden Soekarno dari Indonesia, Perdana Menteri U Nu dari Burma, dan Presiden Tito dari Yugoslavia. Kecuali Tito, mereka adalah pemimpin negara-negara yang baru merdeka. Deklarasi Tito-Nehru pada tanggal 22 Desember 1954 dan hasil pertemuan Tito-U Nu pada bulan Januari 1955, menegaskan perlunya melaksanakan kebijaksanaan aktif hidup berdampingan secara damai diantara negara-negara di dunia.
            Konferensi Asia Afrika yang dilaksanakan di Bandung pada tanggal 18-24 April 1955, dan dihadiri oleh 29 negara Asia Afrika, tidak hanya dihadiri oleh negara-negara yang berhaluan Bebas aktif atau non-aligned saja, melainkan juga oleh negara-negara yang termasuk Blok Barat (Filipina, Vietnam Selatan, Thaiand, Jepang) dan Blok Timur (RRC dan Vietnam Utara). Dasasila bandung, yang dihasilakn KAA, meliputi 10 prinsip dalam mempertahankan perdamaian dan keamanan internasionalyang menginginkan kedua Blok, bahwa negara-negara Asia Afrika tidak dapat diabaikan begitu saja kehadirannya dalm masalah-masalah dunia.
            Setelah konferensi Asia Afrika, diadakan pula Konferensi Solidaritas Rakyat Asia Afrika (AAPSO) pada bulan Desember pada tahun 1917 di Kairo, Mesir. Kemudian diselenggarakan juga Konferensi Negara-Negara Afrika Merdeka di Accra dalam bulan April tahun 1958. Selanjtnya Indonesia mengajukan gagasan untuk diselenggarakan KAA yang kedua. Akan tetapi, walaupun mendapatkan dukungan dari Nasser, pikiran initidak mendapat sambutan dari Nehru dan Tito.
            Kedua pemimpin ini sudah sejak lama mempunyai gagasan untuk meningkatkan peranan negara-negara yang tidak memilih Blok dalam usaha – usaha memecahkan persoalan Internasional. Untuk keperluan ini diadakan pertemuan di Brioni, Yugoslavia, pada bulan Juni tahun 1956, dan dihadiri oleh Tito, Nasser, dan Nehru. Deklarasi Brioni yang berjumlah dua belas pasal merupakan landasan bergerak yang pertama dari negara-negara nonblok dalam menangani masalah-masalah Internasional.
            Salah satu gerak gabungan negara nonblok adalah prakarsa mengajukan resolusi di PBB oleh India, Indonesia, Ghana, Republik Persatuan Arab, dan Yugoslavia. Isis terpenting resolusi dari Sidang Majelis Umum PBB XV tahun 1960, adalah mendesak Amerika Serikat dan Uni Soviet untuk mengadakan perundingan-perundingan damai dalam mengurangi ketegangan dunia. Resousi tersebut mendapat banyak dukungan dari negara-negara baru yang tidak termasuk salah satu blok.
            Upaya merealisasikan Konferensi Non-Blokdengan pertemuan pendahuluan. Yang pertama adalah pertemuan Kairo, Mesir pada bulan April 1961, antara Nasser dan Tito. Yang terakhir, yaitu Presiden Tito dari Yugoslavia, sebagai negara Eropa yang sosialisasi tidak menghendaki negaranya menjadi satelit adikuas komunis, Uni Soviet. Tetap sebagai negara baru yang beraliran Non-Blok, tidak, dapat masuk ke dalam kelompok negara-negara Asia Afrika.
            Kemudian, upaya persiapan ditingkatkan dengan mengadakan pertemuan-pertemuan di Kairo, pada bulan Juni 1961. Pada pertemuan ini di rundingkan tentang criteria keanggotaan negara Non-Blok dan dirumuskan agenda yang akan dijadwalkan dalam konferensi yang pertama. Pertemuan persiapan di Kairo ini dihadiri oleh 19 negara, ditambah 2 negara peninjau, yakni Aljazair dan Brasilia. Konferensi Persiapan di Kairo selanjutnya memutuskan untuk mengundangs sebanyak 25 negara Asia, Afrika, Timur Tengah, Eropa, dan Amerika Latin yang dapat digolongkan sebagai negara-negara yang berhaluan nonblok.

Konferensi Tingkat Tinggi I di Beograd
            Selanjutnya, ialah dibukanya Konferensi Tingkatan Tinggi Gerakan Non Blok pada tanggal 1 September 1961 di Beograd, dengan dihadiri oleh 25 negara peserta dan tiga negara peninjauan dari Bolivia, Brasilia dan Ekuador.
            Criteria non blok dirasakan perlu, mengingat banyak negara merdeka lahir di Asia dan Afrika, namun hal tersebut berarti bahwa mereka segara bergabung dengan Gerakan Non-Blok yang dipelopori oleh India, Mesir, Yugoslavia, Indonesia dan Burma. Diantara mereka ada juga yang bergabung dengan blok Barat, Timur dan ada juga yang bersikap netral. Maka untuk keperluan inilah Konferensi Persiapan Kairo merumuskan kualifikasi nonblok, sebagai berikut :
1.     Negara yang bersangkutan harus menganut politik yang bebas yang secara damai dengan negara-negara lainnya tanpa memperhatikan system politik mereka masing-masing;
2.     Negara yang bersangkutan senantiasa memberikan dukungannya bagi gerakan-gerakan pembebasan nasional untuk menuju tercapainya kemerdekaan mereka.
3.     Negara yang bersangkutan bukan merupakan anggota dari suatu persekutuan militer multilateral yang dibentuk dalam rangka konflik negara-negara besar.
4.     Sekiranya negara yang bersangkutan terikat oleh suatu perjanjian militer bilateral dengan salah satu negara besar atau atau menjadai anggota suatu pakta pertahanan regional, maka perjanjian atau pakta semacam itu tidak boleh dikaitkan secara langsung dalam rangka konflik negara-negara besar.
5.     Sekiranya negara yang bersangkutan mempunyai pangkalan militer asing di wilayahnya, maka hal itu juga tidak boleh dikaitkan dalam rangka konflik negara-negara besar.
Masalah-masalah inti yang masuk kedalam Konferensi, ternyata meliputi hal-hal seperti KoLonialisme , kedaulatan dan integrasi wilayah, diskriminasi dan apartheid, keamanan dan perdamaian internasional, dan masalah ekonomi.
Hasil – hasil konferensi Tingkat Tinggi Non-Blok I tahun 1961 di Beograd, berupa “Declaration of Heads of States or Government on Non-Alignment countries” dan sebuah “Statement on the Danger of War And an Apeal of Peace”. Yang terakhir, “An Apeal for Peace”, kemudian disampaikan bersama surat kepada Presiden John F. Kennedy dari Amerika Serikat oleh para utusan Gerakan Non-Blok terdiri dari Presiden Soerkarno dari Indonesia dan Presiden Madibo Keita dari Mali. Surat dan himbauan yang sama disampaikan kepada Perdana Menteri Nikita Kruschchev dari Uni Soviet, oleh Perdana Menteri Jawaharlal Nehru dari India dan Presiden Kwane Nkrumah dari Ghana.
Konferensi Tingkat Tinggi II di Kairo
            Secara teratur Gerakan Non-Blok mengadakan KTT setiap tiga tahun sekali. KTT IIdiadakan di Kairo, Mesir, pada tahun 1964. Prakarsa untuk pertemuan diambil oleh Presiden Gamal Nasser beserta negara-negara sponsor KTT Beograd lainnya. Jumlah anggotanya kini sudah berkembang, sesuai dengan criteria yang ditetapkan dalam KTT Beograd.
            Banyak masala-msalah yang terjadi antara tahun 1961. Pertama - tama terjadi adalah Krisis Kuba, waktu Kuba dengan bantuan Uni Soviet mendirikan Landasan Peluru Balistik (missile), yang hampir saja menimbulkan konflik terbuka antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Perang perbatasan adalah peristiwa yang menegangkan dunia yang terjadi pada tahun 1962 antara India dan Cina, tetapi berhasil diakhiri dengan gencatan senjata. Pertikaian dunia lainnya adalah pertentangan Arab dengan Israel, masalah Kongo (1964), dekolonisasi Vietnam dan lain – lain.
            Situasi ekonomi dunia juga kurang menguntungkan, karena antara negara-negara yang kaya dengan yang miskin terdapat jurang yang lebar. Negara-negara yang baru merdeka pada umumnya memiliki struktur pereonomian yang kurang menguntungkan untuk memacu pembangunan negeri mereka. Hal ini berkaitan juga dengan strutur perekonomian dunia yang hanya menguntungkan negara-negara maju.
            Resolusi-resolusi yang dihasilkan KTT di Kairo, terutama menyinnggung hal-hal berikut :
-       Solidaritas Non-Blok terhadap perjuangan Afrika untuk kemerdekaan dan emansipasi mereka;
-       Masalah-masalah tentang perbatasan dan pelucutan senjata nuklir;
-       Masala-masalah kawasan perlu ditanggulangi, karena dapat mengganggu stabilitas dan keamanandunia.
-       Menentang dengan semangat Kolonialisme, neo-kolonialisme dan imperialisme;
-       Menetang diskriminasi rasial dan apartheid;
-       Mendukung hak-hak rakyat Palestina, dan lain-lain.
Konferensi Tingkat Tinggi di Lusaka
            Masalah pokok yang dibicarakan dalam KTT ini antara lain adalah mengenai ketidak adilan ekonomi antara negara-negara maju dengan dunia ketiga, juga tentang tanggapan dunia ketiga terhadap permainan perebutan kekuasaan negara adikuasa, yang banyak menimbulkan wilayah-wilayah krisis seperti terjadi di Timur Tengah dan Vietnam. KTT Lusaka ini juga tidak dapat dari perkembangan yang terjadi dikelompok dunia ketiga yang membentuk “Kelompok 77” untuk memberikan reaksi terhadap tata perekonomian Internasional yang memerikan keuntungan bagi negara-negara maju saja. KTT ini dibayangi situasi Internasional yang menampilkan kekuatan-kekuatan baru, seperti Jepang, Eropa Barat, Cina disamping dua negara adikuasa Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Hasil KTT Lusaka antara lain, adalah :
-       Dekolonisasi, terutama untuk benua Afrika;
-       Apartheid dan diskriminasi rasial, terutama keprihatinan itu tertuju kepada Afrika Selatan, dengan mendesak negara-negara maju agar menghentikan kerja sama politik, ekonomi, dan militer dengan Afrika Selatan;
-       Pelucutan senjata nuklir dan pembatasan senjata kimia;
-       Keprihatinan akan kesenjangan ekonomi antara negara-negara miskin dan yang sudah maju.

PBB (Perserikatan Bangsa – Bangsa)




PBB (Perserikatan Bangsa – Bangsa)
1. Sejarah Berdirinya PBB
            Gagasan – gagasan tentang perdamaian Dunia sudah lama dipikirkan oleh umat manusia, agar dapat hidup rukun dan damai dengan sesamanya. Hugo De Groot, atau dikenal juga dengan nama Grotius (1583 – 1645), sudah memikirkan tentang hukum perang dan damai atau “De Jure Belli ac Pacis” pada zamanya.
            Pada waktu Italia memperjuangkan kesatuannya, maka Sardinia dibantu oleh Perancis berperang untuk membebaskan Italia dari kekuasaan Austria. Pertempuran terjadi di Magenta dan Solferino pada tahun 1859. Pada pertwmpuran di Solferino, seorang bernama Henry Dunant (1828 – 1910) mencetuskan gagasan mendirikan Organisasi Palang Merah, agar korban perang tanpa memandang pihak, dirawat, dan dipelihara, untuk meringankan penderitaan dan kesengsaraan.
            Kemudian peranan Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson (1956 - 1924) dalam perdamaian Versailes, sesudah Perang Dunia Pertama (1914 – 1918). Pada waktu itu ia mengemukakan gagasannyatentang perdamaian, terkenal dengan sebutan “The Fourteen Point of Wilson”, yang mengantarkan dunia pada didirikannya sebuah lembaga perdamaian pertama, yaitu Liga Bangsa – Bangsa atau “the Leagues of Nations”.
            Namun, demikian usaha – usaha perdamaian ini tidak dapat membendung nafsu perang manusia, karena Perang Dunia Kedua pecah juga pada tahun 1939, dan baru berakhir tahun 1945, dengan dijatuhkannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki.
            Pada waktu perang tersebut berlangsung, Presiden Amerika Serikat waktu itu Franklin Delano Roosevelt dan Perdana Menteri Inggris Winston Churchrill, dalam pertemuan disuatu tempat di Lautan Atlantik telah menandatangani apa yang disebut Piagam Atlantik atau Atlantic Charter (1941). DALAM Piagam itu antara lain dicantumkan pasal – pasal tentang :
a.      Hak untuk menentukan nasib sendiri (the right of self determination)
b.     Kebebasan dari ketakutan (freedom from fear)
c.      Kebebasan dari kemiskinan (freedom from want)
d.     Menolak jalan kekerasan di dalam menyelesaikan perselisihan dunia.
Piagam Atlantik yang menjadi submer pijakan banyak negara jajahan di dunia untuk memerdekakan diri, juga menjadi langkah awal ke arah pembentukan lembaga perdamaian dunia yang baru. Pada tahun 1942, negara – negara yang bergabung pada pihak Sekutu dalam melawan pihak Nazi dan Fascisme, berjanji akan mengusahakan perdamaian dunia yang kekal setelah Perang Dunia Kedua selesai, maka lahirlah the United nation Declaration. Langkah ini dilanjutkan dengan pertemuan negara – negara besar di Dumbarton Oaks, Washington D.C. pada tahun 1944. Hasil pertemuan ini adalah disusun Piagam Perserikatan Bangsa – Bangsa atau Charter of the United Nations.
Maka seusai Perang Dunia II, dalam Konferensi Perdamaian di San Francisco, Piagam tersebut ditandatangani pada tahun 1945.
Baru setelah piagam itu diratifikasi oleh negara – negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Uni Soviet, dan Cina, serta oleh sebahagian besar negara – negara pendiri, dinyatakan mulai berlaku pada tanggal 24 Oktober 1945. Itulah sebabnya tanggal 24 Oktober merayakan hari lahirnya PBB.
Negara yang menandatangani “the United Nations Declaration” ada sebanyak 26 negara. Indonesia sendiri di terima sebagai anggota PBB yang ke-60, pada tanggal 26 September 1950. Sedangkan jumlah anggota PBB pada tahun 1988 sudah 159 negara, sebagian besar terdiri dari negara – negara yang baru merdeka di Asia Afrika.

2. Tujuan PBB
Berdasrkan piagam Perserikatan Bangsa – Bangsa, maka diuraikan tujuannya sebagai berikut :
1.     Memelihara perdamaian dan keamanan Internasionaldan untuk tujuan itu mengadakan tindakan – tindakan bersama yang efektif untuk mencegah dan melnyapkan ancaman – ancaman atau pelanggaran – pelanggaran terhadap perdamaian; dan akan menyelesaikan dengan jalan damai, serta sesuai dengan prinsip – prinsip keadilan dan hukum internasional, mencari penyelesaian pertikaian – pertikaian internasional atau keadaan – keadaan yang mengganggu perdamain;
2.     Mengembangkan hubungan persahabatan diantara bangsa – bangsa berdasarkan penghargaan atas prinsip – prinsip keadilan dan hak rakyat menentukan nasib sendiri, dan mengambil tindakan – tindakan yanng wajar untuk menegakkan perdamaian universal;
3.     Memakai kerjasama internasional dalam memecahkan persoalan – persoalan internsional dibidang ekonomi, sosial, kebudayaan, dan yang bersifat kemanusiaan, demikian pula dalam usaha – usaha memjukan dan mendorong penghormatan terhadap hak – hak asasi manusia dan kebebasan – kebebasan dasar bagi semu umat manusia tanpa membedakan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama;
4.     Menjadi pusat bagi penyelenggaraan segala tindakan bangsa – bangsa dalam mencapai tujuan – tujuan bersams tersebut.
PBB sebagai lembaga yang mengusahakan perdamaian dunia, betul – betul bergerak sesuai dengan keinginan para pendirinya, seperi yang diamanatkan dalam Piagam Atlantik.


3. Struktur Organisasi PBB
            Agar dapat melaksanakan tujuan – tujuan terebut diatas, mak PBB disusun dalam badan – badan sebagai berikut :
1)     Majelis Umum (General Assembly)
2)     Dewan Keamanan (Security Council)
3)     Dewan Ekonomi dan Sosial (Economic and Social Council)
4)     Dewan Perwakilan (Trusteeship Council)
5)     Mahkamah Internasional (International of Court of Justice)
6)     Sekretatiat (Secretariat)
Kemudian bidang pekerjaan lembaga – lembaga PBB tersebut, adalah sebagai berikut :
1.     Majelis Umum (General Assembly)
Seluruh negara anggota PBB mempunyai wakilnya didalam lembaga ini. Mereka mempunyai hak satu suara untuk setiap anggota, walaupun setiap anggota diizinkan untuk mengirimkan 5 orang utusan. Sidang diadakan sekali dalam setahun, biasanya dimulai sejak akhir bulan September. Sidang Majelis Umum pertama diadakan di London pada tahun 1946. Kemudian, didirikan gedung PBB yang tetap di New York, Amerika Serikat, dan sidang – sidang PBB sejak tahun 1952 diselenggarakan di tempat itu. Adapun tugas – tugas Majelis Umum ialah sebagai berikut :
a.      Melaksanakan perdamaian dan keamanan dunia;
b.     Menyelenggarakan kerjasama dibidang ekonomi;
c.      Mengawasi sistem Perwakilan Internasional;
d.     Mengumpulkan keterangan tentang wilayah yang belum merdeka;
e.      Mengurus bidang keuangan;
f.      Menetapkan keanggotaan;
g.     Mengadakan perubahan dalam Piagam;
h.     Mengadakan hubungan dengan badan – badan lain.

Berbagai bidang yang berada di bawah pengawasan Majelis Umum, adalah sebagai berikut :
a.      Paukan PBB
b.     UNDP (United Nations Depelopment Program)
c.      UNICEF (United Nations Children’s Fund)
d.     International Atomic Energy Agency
e.      UNU (United Nations University)
Dr. Sudjatmoko dari Indonesia pernah menjabat sebagai Rektor UNU di Tokyo, dan berbagai hasil komisi, konferensi, atau agencies lainnya.
Apabila ada masalah penting yang perlu disidangkan oleh Majelis Umum, maka prosedur sidang istimewa ini harus melalui undangan Sekretaris Jenderal PBB atas usul Dewan Keamanan, atau diusulakan oleh lebih dari setengah jumlah anggota, atau diusulkan oleh satu anggota dengan didukung oleh suara terbanyak Majelis Umum.
Sidang Majelis Umum dipimpin oleh Ketua Majelis Umum atau President of the General Assembly, yang dipilih setiap tahun. Dari Indonesia, Adam Malik, pernah terpilih sebagai Ketua Majelis Umum waktu Adam Malik menduduki jabatan Menteri Luar Negeri.
2.     Dewan Keamanan (Security Council)
Pada mulanya Dewan Keamanan dibentuk oleh 11 negara anggota, yang terdiri dari 5 anggota tetap dan 6 anggota tidak tetap. Kelima anggota tetap Dewan Keamanan adalah Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Uni Soviet dan Cina. Sedang anggota tidak tetap dipilih secara bergantian setiap dua tahun sekali oleh sidang Umum.
Sejak tahun 1965, sebagai akibat amandemen terhadap Piagam PBB, maka jumlah Dewan Keamanan bertambah menjadi 15 buah negara. Setiap negara anggota mengirimkan satu utusan saja. Anggota tetap Dewan Keamanan mempunyai hak istimewa, yaitu hak veto. Hak ini digunakan, jika salah satu dari kelima anggota tetap tidak setuju atautidak menyukai sebuah keputusan, dan ia menggagalkan keputusan tersebut dengan hak vetonya. Dalm hal – hal yang menyangkut prosedur, hak veto tidak digunakan, dan keputusan diambil dengan persetujuan 9 suara.
Dewan Keamanan merupakan badan tetap PBB, dan bertempat di pusat PBB. Sidang – sidang Dewan Keamanan diadakan karena :
a.      Atas permintaan anggota
b.     Apabila majelis umum menganggap suatu hal dapat mengancam perdamaian dunia dan menyerahkan soal tersebut kepada Dewan Keamanan
c.      Apabila Sekretais Jenderal beranggapan bahwa suatu hal membahayakan perdamaian, dan karenanya meminta perhatian Dewan Keamanan
d.     Apabila negara anggota atau buka anggota menganggap suatu hal mungkin menimbulkan perselisihan antar negara dan hal tersebut dapat membahayakan perdamaian dunia, dan karenanya meminta perhatian Dewan Keamanan.
Tugas dan kewajiban Dewan Keamanan adalah sebagai berikut :
(1)  Menyelesaikan perselisihan dengan cara damai, misalnya dengan
a.      Konsensus atau persetujuan sukarela, seperti :
a.1. perundingan
a.2. penyelidikan
a.3. perdamaian
a.4. perantara jasa – jasa baik
b. penyelesaian hukum, seperti :
b.1. perwasitan (arbritage)
b.2. keputusan hukum
(2)  Mengambil tindakan terhadap setiap perbuatan yang mengancam dan menyerang (agresi).

Selain itu, badan – badan yang membantu Dewan keamanan dalam menjalankan tugasnya, ialah :
a.      Panitia Staf Militer
b.     Panitia Pelicutan Senjata (Disarmament Commision)
c.      Pasukan PBB (bersama Majelis Umum).

3.     Dewan Ekonomi dan Sosial (Economic and Social Council)

Badan ini bertugas untuk mengembalikan kesejahteraan dan kemakmuran manusia, sesudah mengalami kemerosotan, kelaparan, dan kemiskinan etelah Perang Dunia II. Untuk melaksanakan tugas tersebut, berbagai badan di bentuk seperti :
a.      Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization, ILO)
b.     Organisasi Makanan dan Pertanian (Food and Agricultural Organization, FAO).
c.      Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization, UNESCO)
d.     Organisasi Kesehatan Sedunia (World Health Organization, WHO)
e.      World Bank
f.      Dana Keuangan Internasional (International Monetery International, IMF)
g.     Persetujuan Tentang Tarif dan Perdagangan (General Agreement on Tariffs and Trade, GATI) dan badan – badan lainnya.
4.     Dewan Perwalian (Trusteeship Council)
Badan itu bertugasmengurus dan memerintah daerah – daerah jajahan atau daerah mandate di bawah musuh Sekutu, untuk dikembangkan menjadi Negara merdeka. Contoh : Somalia, Togo, Kamerun di Afrika, kepulauan Samoa, Mariana, Karolina, di Samudera Pasifik.

5.     Mahkamah Intensional ( International Court of Justice)
Badan ini merupakan Mahkamah Internasional untuk mengganti Pengadilan Internasional (Permanent Court of International Justice) yang didirikan oleh Liga Bangsa – Bangsa, dan berkedudukan di Den Haag, Belanda.

6.     Secretariat
Lembaga ini terdiri dari seorang Sekretaris Jenderal yang dipilih oleh Majelis Umum untuk masa jabatan lima tahun dengan berdasarkan rekomendasi Dewan Keamanan. Ia dapat dipilih kembali untuk masa jabatan yang selanjutnya. Sekretaris Jenderal PBB biasannya dipilih dari Negara anggota yang netral dan kecil, sehingga ia dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, karena tidak terlibat dalam maslah – masalah besar dibidang politik. Para Sekretaris Jenderal PBB yang pernah bertugas adalah :
·       Trygve Lie dari Norwegia, kemudian digantikan oleh
·       Dag Hammarskojld dari Swedia yang tewas saat menjalankan tugas di Afrika, selanjutnya diganti oleh
·       U Than dari Burma selam dua masa dua jabatan; diteruskan oleh
·       Kurt Waldheim dari Austria juga selama dua masa jabatan, dan terakhir adalah
·       Javier  Perez De Cuellar dari Peru.
Karena tugas yang berat, Sekretaris Jenderal dibantu oleh beberapa orang Sekretaris (Undersecretaries) serta staf ahli dalam bidangnya masing – masing.
Diantara sekian banyak tugasnya, Sekretariat yang menjadwalkan Sidang Umum pada setiap tahunnya, meminta Dewan Keamanan untuk bersidang, dan memayngi beberapa bidang PBB.
4.     Peranan PBB dalam Usaha – Usaha Perdamaian
            Dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengawal perdamaian dunia, PBB sudah banyak menawarkan jasa – jasa baiknyadi dalam mentengahi perselisihan antar Negara, dari masalah – masalah berikut :
1.     Indonesia : Campur tangan PBB dalam masalah Indonesia terjadi untuk pertama kalinya pada zama Revolusi Fisik, waktu utusan Sosialis Ukraina pada tanggal 21 Januari 1946 meminta perhatian PBB, karena tentara Inggris yang bertugas melucuti tentara Jepang, justru digunakan untuk menghadapi pihak rakyat yang bergerak untuk mempertahankan kemerdekaan. Hal tersebut dianggap menagncam perdamaian dunia. Maslah Indonesia masuk menjadi acara Sidanng Dewan Keamanan pada tanggal 31 Juli 1947 atas prakarsa Australia, pada waktu belanda melakukan agresi militernya terhadap Indonesia. Maka dibentuklah Komisi Tiga Negara, yaitu sebuah komisi jasa – jasa baik yang terdiri dari Australia sebagai wakil Indonesia, Belgia sebagai wakil Belanda dan Amerika Serikat yang dipilih oleh Australia dn Belgia sebagai anggota ketiga. Sesudah agresi militer Belanda yang kedua pada tanggal 19 Desember 1948, maka KTN diubah menjadi United Nations Commision for Indonesia (UNCI). Dengan bantuan komisi PBB inilah, pertikaian Indonesia-Belandadapat diselesaikan sampai terjadi penyerahan kedaulatan kepada pihak Indonesia, pada bulan Desember 1949.
Untuk kedua kalinya Indonesia mendapat bantuan PBB adalah pada waktu pertikaian Indonesia – Belanda mengenai pengembalian (Irian Barat). Melalui pembentukan pemerintahan peralihan (Irian Barat) dibawah PBB, maka akhirnya daerah territorial tersebut masuk wilayah Indonesia.
1.     Diluar Indonesia : PBB Juga banyak berjasa dalam penyelessaian pertikaian seperti Perang Korea (1950-1952), dengan dicapaianya perundingan penghentian tembak menembak di Panmunyom, pada tahun 1953. Dalam masalah Khasmir, yang dipersengketakan oleh India dan Pakistan, pada tahun 1965. PBB juga berperan dalam kelahiran Negara baru yang merdeka di Kongo, atau Zaire, dengan mengirimkan pasukan PBB. Dalam upaya perdamaian inilah, Sekretaris Jenderal PBB Dag Hammarskojld tewas dalam kecelakaan pesawat terbang yang mengangkutnya, pada tahun 1964. Di Timur Tengah, pasukan PBB pernah juga pernah berperan untuk menyelesaikan masalah krisis terusan Suez, waktu Inggris, Perancis, dan Israel menyerang Mesir pada tahun 1956. Selanjutnya pasukan PBB ikut berperan lagi di kawasan ini dalam menyelesaikan perang Iran-Irak, yang dalam usaha mendamaikan kedua belah pihak tersebut hingga saat ini masih terus berlangsung.
§  Misi – Misi Garuda
Peran asukan – pasukan dalam membantu mencari penyelesaian pertikaian di antara Bangsa – bangsa, sehingga tidak berkobara menjadi persengketaan besar yang membahayakan perdamaian dunia.
Indonesia sebagai anggota PBB, tidak ketiggalan dalam membantu usaha – usaha perdamaian ini, terbukti dengan dikirimkannya pasukan –pasukan perdamaian Garuda ke berbagai kawasan yang membutuhkannya. Berikut ini merupakan bukti sumbangan Garuda :
§  Misi Garuda I ke Mesir  (1956)
Masalah yang menjadi sebab dibentuknya pasukan PBB untuk Mesir, adalah karena pergolakan terusan Suez yang diakibatkan oleh dinasionalisasikannya terusan Suez oleh Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser, pada tanggal 26 Juli 1956.
Karena terusan Suez besar artinya bagi kepentingan ekonomi dan strategi, karena terusan ini menghubungkan Laut Merah dengan Laut Tengah, sehingga penting bagi pelayaran dunia dan Negara – Negara maritime, maka nasionalisasi Suez oleh Mesir akan merugikan mereka. Inggris, misalnya, yang memiliki sejumlah besar saham Terusan Suez dibantu oleh Perancis, yang juga mempunyai saham dalam perusahaan terusan ini mengajukan protes terhadap tindakan Mesir, yang disebutnya sebagai tindakan yang sepihak. Protes tersebut ditolak oleh Pemerintah Mesir.
Kemudian Negara-negara Inggris, Perancis dan dibant oleh Amerika Serikat mengadakan Konfernsi London Agustus (1956) untuk tetapa mempertahankan Internasionalisasikan terusan Suez. Akan tetapi, konferensi ini gagal untuk mencari penyelesaian. Demikian juga dengan Konferensi London II (September 1956), yang bermaksud mendirikan perkumpulan para pemakai terusan Suez. Akhirnya, masalah Terusan Suez masuk kedalam Sidang Dewan Keamanan PBB, pada tanggal 5 Oktober 1956.
Resolusi Dewan Keamanan PBB yang berhasil disusun, masih menganjurkan asas Internasionalisasi, sehingga karenanya Mesir menolaknya. Prakarsa Sekretaris Jenderal PBB Dag Hammarskojld mempertemukan kembali pihak – pihak yang bersengketa Inggris, Perancis dan Mesir. Akan tetapi serangan Israel ke kawasan Sianai terus ke terusan Suez, menyebabakan upaya pendekatan ini menjadi buyar kembali. Serangan Israel tanggal 29 Oktober 1956 ini membawa pasukan Israel melewati garis perbatasn Mesir, bertujuan menduduki gurun Sinai sampai Terusan Suez. Serangan Israel disusul oleh serbuan pasukan – pasukan Inggris dan Perancis, ke Port Said. Segera Sidang Umum PBB dilaksanakn untuk membicaraka hal ini, dan atas usul Menteri Luar Negeri Kanada dibentuklah pasukan posisi PBB, yang bertugas untuk memelihara perdamaian di kawasan garis perbatasan Mesir dan Israel.
Segera pemerintah Indonesia menytakan kesediaanyauntuk ikut serta dalam pasukan Posisi PBB seperti dimaksudkan oleh Resolusi Umum. Pada tanggal 31 Desember 1956, pasukan Garuda I dibawah pimpinan Mayor Sudiyono mengadakan apel di istana Merdeka untuk mendapat doa restu dari Presiden. Selanjutnya, secara bertahap pasukan ini diberangkatkan ke tempat bertugas, bergabung dengn UNEF (United Nations Emergency Force)
Di bawah pimpinan Mayor Jenderal E. L. Burns dari Kanada, Panglima Pasukan PBB, Kontingen Garuda I dibawah Pimpinan Let. Kol. Infanteri Suadi Suromiharjo melaksanakan tugasnya dengan baik didaerah gurun Sinai kemudian dijalur Gaza, bebatasan dengan Israel. Pada tahun berikutnya, yaitu pada tanggal 12 September, Kontingen Garuda kembali ke tanah air.
§  Misi Garuda II Kongo (1960)
            Kemelut yang terjadi di Kngo merupakan bagian proses dekolonosasi. Kongo, merupakan suatu wilayah yang terletak di benua Afrika, adalah bekas jajahan Belgia. Dampak dari “Semangat Bandung”menimblkan keinginan untuk merdeka di kalangan para pemimpin, dan kemerdekaan diserahkan oleh Pemerintah Kerajaan Belgia pada tanggal 30 Juni 1960. Sebagai Kepala Negara adalah J. Kasavubu, dengan didampingi Perdana Menteri Patrice Lumamba. Akan tetapi pihak bekas penguasa masih tetap besar kekuasaannya di Kongo, apalagi dengan turut campurnya perbuatan pengaruh antara Blok Barat dan Blok Timur, maka pertentangan – pertentangan di dalam negeri semakin sengit, sehingga akhirnya masalah ini dibawa ke Dewan Keamanan PBB.
Kekacauan di Kongo ini juga disebabkan oleh Pemerintahan Belgia yang mendaratkan pasukan payungnya di Kongo, dan segera disusul oleh pemisahan propinsi Katanga yang kaya akan bahan tambang dan uranium dari Republik Kongo. Mak untuk memulihkan ketertiban di dalam negeri, Pemerintah Kongo meminta bantuan kepada Sekretaris Jenderal PBB untuk dikirimkan tenaga teknik dan militer.
            Berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB tanggal 14 Juli 1960, Sekretaris Jenderal PBB membentuk pasukan yang akan ditugaskan di Kongo, dengan nama United Nations Organization on Congo (UNOC). Sebagai Komandannya diangkat Mayor Jenderal Carl Carlson van Horn dari Swedia. Dianatara Negara yang menyatakan kesediannya untuk menyumbang pasukan kepada PBB adalah Indonesia.
            Kontingen Garuda II berangkat meninggalkan tanah air pada tanggal 10 September 1960 dari pelabuhan Tanjung Periuk, diantar oleh keluarga dan pimpinan ABRI, antara lain Brig. Jen Achmad Yani. Komandan Batalyon Garuda II ini adalah Letkol Solihin Gautama Purwanegara. Tugas Pasukan Garuda II di Kongo ini berakhir pada tanggal 20 Mei 1961, dengan kehilangan 3 orang anggota yang gugur dalam menjalankan tugas.

§  Misi Garuda III ke Kongo (1962)
Untuk menggantika Kontingen Garuda II yang telah selesai melaksanakan tugasnya di Kongo. Maka disusunlah Kontingen Garuda III berdasarka Surat Keputusan Panglima Angkatan Darat tertanggal 29 November 1962. Adapun tugas Komando Pasukan Indonesia “Garuda III (KOpasindo) adalah sebagai berikut :
a.      Mewakili Pemerintah Republik Indonesia cq Menteri / Panglima Angkatan Darat pada UNOC dalam rangka kerjasama dengan PBB dalam penyelesaian masalah Kongo.
b.     Mengamankan pendirian politik Indonesia yang mencakup penugasan pasukan APRI dalam rangka tugas PBB di Kongo
c.      Menjalankan operasi – operasi dengan pokok yang oleh markas besar UNOC ditempatkan dibawah perintahnya.
§  Kontingen Garuda IV ke Vietnam Selatan (1973)
Setelah Perang Dunia Kedua, berdasarkan perjanjian Postdam, Sekutu menyerahkan kekuasaan atas Vietnam bagian Utara kepaa Cina dan Bagian Selatan kepada Inggris. Pada tanggal 2 September 1945 Ho Chi Minh memproklamirkan kemerdekaan negerinya dan mendirikan Republlik Demokrasi Vietnam (RDV). Akan tetapi Perancis berussahamengembalikan kekuasaannya di Vietnam, sehingga pecahlah perang. Perundinagn Jenewa yangdi buka pada tangagal 27 April 1954 mewariskan dua Vietnam, yaitu Vietnam Utara di bawah pimpinan Ho Chi Minh, dan Vietna Selatan dibawah pimpinan Ngo Dinh Diem, dengan batas LU 70.
Sementara pertempuran terus berlangsung antara Vietnam Utara dan Vietnam Selatan, usaha – usaha mempertemukan kedua pihak terjadi di kota Paris pada tahun 1973. Terbentuklah komisi Internasional atau International Commission of Control and supervisison (ICCS), yang terdiri dari Indonesia, Kanada, Hongaria, dan Polandia. Fungsi ICCS adalah mengadakan penyelidikan terhadap pelanggaran –pelanggaran persetujuan Paris.
Untuk memenuhi kesanggupan Pemerintah RI sebagai anggota ICCS, maka dibentklah Misi Republik Indonesia Garuda (Misriga). Sebagai Ketua ditunjuk Duta Besar Indonesia untuk Khmer Letnan Jenderal TNI H. R. Dharsono. Misriga dalam melaksanakan tugasnyamelakukan observasi, investigasi, analisis, laporan, negoisasi, yang mencakup bidang politik, hokum dan militer.
Setelah bertugas selama enam bulan, maka Kontingen Garuda IV kembali ke Indonesia, pada bulan Agustus 1973.

§  Kontingen Garuda V dan VII ke Vietnam (1973 – 1975)
Kontingen Garuda V dikirimkan ke Vietnam pada bulan Oktober 1973, bertepatan dengan pengunduran diri Kanada dari ICCS, yang kemudian kedudukannya digantikan oleh Iran. Tugas yang di hadapi Garuda V semakin berat, mengingat peningkatan jumlah pelanggaran gejatan senjata dengan semakin gencarnya serangan – serangan pihak Vietnam Utara.
Sesudah bertugas selama 6 bulan, Kontingen Garuda kembali pulang ke Indonesia. Sementara dipersiapakan keberangkatan Kontingen Garuda VII. Misriga VII secara bergelobsng diberangkatkan ke Vietnam Selatan, sejak perintah pelaksanaan keluar pada tanggal 6 Agustus 1974. Setibanya di Vietnam Selatan mereka segera menggantikan pos – pos yang pernah ditempati oleh Kontingen Garuda V, bersama – sama dengan anggota ICCS lainnya, seperti Polandia, Hongaria dan Iran.
Tugas Kontingen Garuda VII semakin berat, karena pelanggaran gencatan senjata oleh kedua pihak yang bertentangan semakin meningkat, dan mengarah kepada perang terbuka. Dengan memburuknya situasi di Vietnam, Menteri Luar Negeri Indonesia pada waktu itu, Adam Malik, menyatakan kemungkinan ditariknya kembali Misiga dan ICCS.
Dengan perkembangan terakhir peperangan di Vietnam berlangsung, dengan puncaknya Pemerintah Selatan menyerah tanpa syarat pada tanggal 30 April 1975. Pada bulan Juni 1975 diumumkan secara resmi berakhirnya peranan Komisi Vietnam Selatan yang bertugas mengawasi terlaksananya persetujuan Perdamaian Paris. Dengan demikian berakhir pula tugas – tugas Kontingen Garuda IV, V, dan VII dalam ICCS.

§  Kontingen Garuda VI dan VIII ke Timur Tengah (1973 – 1974)
Indonesia merupakan salah satu negara yang menyumbangkan bantuannya berupa pasukan Garuda I dan ikut dalam usaha perdamaian dunia, waktu Mesir menutup jalur pelayaran yang menuju ke Teluk Aqaba, yang berarti menutup pelabuhan Eilath, maka hal tersebut mengakibatkan pecahnya perang 6 hari. Israel berhasil menduduki seluruh Jazirah Sinai, Daratan Tinggi Golan, Yerussalem dan Tepi Barat (West Bank). Maka Israel menghadapi Mesir, Syria dan Yordania. Resolusi PBB bulan November 1967 menyerukan agar Israel kembali ke batas semula. Akan tetapi Isael menolak, dan juga sebagian besar negara – negara Arab.
Mesir berusaha merebut wilayahnya, maka perang pun pecah kembali pada tanggal 6 Oktober 1973. Dengan serangan cepat dan tidak terduga, Mesir berhasil melintasi Terusan Suez, dan berhasil menerobos garis pertahanan Israel (Barlev). Resolusi Dewan Keamanan bulan Oktober 1973 kembali membentuk aasukan Darurat (UNEF), dan Indonesia merupakan salah satu anggotanya.
Sekretaris Jenderal PBB Kurt Waldheim yang diberi tugas melaksanakan resolusi tersebut merinci tugas UNEF (United Nations Emergency Force) sebagai berikut :
a.      Mengawasi pelaksanaan gencatan senjata;
b.     Mengawasi pelaksanaan kembali kedudukan (23 Oktober 1973), yaitu waktu Resolusi Dewan Keamanan bagi kedua belah pihak ;
c.      Mencegah timbulnnya kembali persengketaan
d.     Kerjasama dengan Palang Merah dalam usaha Kemanusiaan
e.      Melaksanakan tugasnya bekerja sama dengan Pengawas Militer yang tergabung dalam United Nations Truce Supervision Organizations (UNTSO).
Garuda VI berangkat pada bulan Desember 1973 dengan Komandannya Kolonel Rudini. Mereka menjalankan tugasnya dengan baik sehingga mendapat kepercayaan dari Dewan Keamanan PBB, dengan diangkatnya Bigadir Jenderal Himawan Sutanto menjadi Komandan Brigde UNEF dan Kolonel Rudini sebagai Wakil Komandan Brigade Pasukan PBB, denagn tugas menjaga keamanan di front dataran tinggi Golan.
Garuda VI berakhir menjalankan tugas pada bulan Oktober tahun 1974. Tugasnya dilanjutkan oleh pasukan Garuda VIII untuk mengawasi genjatan senjata dan lalu lintas di Bufferzone. Pimpinan UNEF dipimpin oleh Jenderal Mayor TNI Rais Abin, sedang Wakil Panglimanya adalah brigadir Jenderal Stig Nihino, dari Swedia. Secara bergelombang, Kontingen Garuda VIII bertugas di Timur Tengah dengan baik. Sebagai buktinya adalah sambutan dari Panglima UNEF, Letnan Jenderal Liljestrank dari Swedia, waktu menyerahkan tanda jasa kepada Pasukan Indonesia, seperti berikut :
“Salah satu Kontingen yang bertugas di Sinai adalah Garuda VIII, telah beroleh sukses dalam tugasna, dan mereka berhak diberi tanda penghargaan sebagai tanda terimakasih UNEF kepada Prajurit Indonesia. Indonesia telah memberikan banyak bantuannya kepada usaha perdamaian dunia dengan kerja sama yang baik.”





BAB II
PERSENGKETAAN DAN PERJANJIAN INTERNSIONAL

1.     Pengertian Sengketa
Sengeketa sendiri dalam keseharian kita biasa dikenal sebagai sebuah perselisihan atau sesuatu yg diperebutkan, biasanya melibatkan dua pihak dan lebih.
dalam hal ini, Sengketa Internasional adalah perselisihan antar dua negara atau dalam satu negara, bisanya menimbulkan konflik dan menimbulkan simpati dan perhatian warga Internasional. banyak penyebab yg bisa menimbulkan masalah Sengketa Internasional.
2.     PENYEBAB – PENYEBAB SENGKETA INTERNASIONAL
1.     Terorisme
2.     Rezim yang berkuasa di suatu Negara
3.     Budaya
4.     Wilayah Teritorial
5.     Intervensi suatu Negara terhadap Negara lain
6.     Sumber Daya Alam
1.      TERORISME
Penyebab pertama sengketa internasional adalah terorisme. kita sendiri tahu, terorisme sebagai hal yg ditakutkan tiap negara, karena bisa mengganggu stabilitas keamanan negara tersebut, bahkan keamanan Internasional. Ambil contoh tragedi World Trade Center di Amerika Serikat yg diserang kelompok teroris yg diduga berasal dr Timur Tengah. Semenjak kejadian yg mengahantam harga diri Amerika Serikat tersebut, Amerika dengan gencar mengincar kelompok teroris tersebut. bahkan meyerukan kepada dunia kalau terorisme tersebut sangat berbahaya dan menjadi musuh bersama sebagai penjahat Internasional.
2.      REZIM YANG BERKUASA DALAM SUATU NEGARA
Masalah yang disebabkan rezim pemimpin yg berkuasa dlm suatu negara, yg memimpin terlalu lama tapi memberikan dampak buruk terhadap perkembangan negara nya. Dan menyebabkan pemberontakan oleh rakyat nya sendiri agar mundur dr rezim nya. Contoh paling hot adalah Rezim Hosni Mubarak di Mesir, juga hingga saat ini yg belum terselesaikan, Rezim Mohammad Khadaffi di Libya, yg menjadi Sengketa Internasional dan mulai diselesaikan oleh pihak ketiga, yaitu tentara koalisi sekutu pimpinan Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis, atas dasar resolusi PBB
2.      BUDAYA
Masalah ketiga yg jadi penyebab Sengketa Internasional adalah masalah budaya. Ane ambil contoh dari masalah yg dialami negara tercinta kita Indonesia, atas negara tetangga yg selalu bersitegang, M(alay)sia. Masalah dimulai akibat anggapan sepihak dr pihak tetangga yg mengklaim beberapa budaya khas Indonesia, seperti batik, reog ponorogo, makanan daerah, serta lagu daerah. Mungkin masih banyak lagi. Yg paling hot masalah batik. Pihak Indonesia sampai melaporkan masalah ini ke PBB yg mengurusi bagian budaya yaitu UNESCO, untuk menyelesaikan masalah ini. Dan akhirnya, batim resmi adalah hak cipta dan milik Indonesia
3.       WILAYAH TERITORIAL
Penyebab selanjutnya adalah disebabkan oleh Wilayah Teritorial. tak usah dipungkiri, kita semua tahu, banyak konflik antar negara atau pun antar kelompok dalam satu negara memperebutkan wilayah kekuasaan atau teritorial. contoh paling mendunia adalah masalah perbatasan Korea, antara Korea Selatan dan Utara yg akhirnya berpisah menjadi dua negara. Begitu juga di Veitnam, yg bahkan menyebabkan pecahnya perang Vietnam. Begitu juga perebutan jalur Gaza oleh pihak Israel dan Palestina.
5.      INTERVENSI ATAS KEDAULATAN SUATU NEGARA
Masalah ini ane anggap sebagai ulah "jahil" atau ulah "iseng" suatu negara yg ingin mengusik kedaulatan suatu negara. yg biasanya didasarkan kepentingan tertentu. ambil contoh Intervensi dan invasi Amerika Serikat ke Irak, atas dasar tujuan ingin menguasai minyak di negara tersebut. hasilnya, negara Irak sekarang menjadi porak poranda dan ditinggalkan begitu saja oleh pihak Amerika dan sekutunya. Masalah ini sempat menjadi sengketa Internasional yg berlarut-larut beberapa tahun yg lalu.
6.      SUMBER DAYA ALAM
Masalah dan penyebab terakhir adalah tentang Sumber Daya Alam (SDA). Masalah ini pernah dialami oleh negara kita, yaitu ketika proses yang melibatkan negara tetangga memperebutkan blok Ambalat, yang kitaketahui disitu memiliki SDA minyak yang tinggi. Masalah ini belum terselesaikan. Contoh lain seperti kasus sebelumnya diatas, ketika Amerika menyerang Irak untuk mengambil Minyak disana.

3.      PERAN PBB & MAHKAMAH INTERNASIONAL
Peran PBB disini sebagaimana amanat pasal 1 Piagam PBB, salah satu tujuan PBB adalah mepertahankan kedamaian dan keamanan Internasional. Institusi dalam PBB sanagat penting untuk meyelesaiakan Sengekta antarnegara seperti Dewan Keamanan, Majelis Umum, dan Sekretaris Jenderal.
Mahkamah Internasional (MI) merupakan organ hukum utama PBB. Didirikan pada tahun 1945 di bawah piagam PBB. Lembaga ini memutuskan kasus hukum antarnegara dan memberikan pendapat hukum bagi PBB dan lembaga-lembaga hukum Internasional. Bermarkas di Den Haag, Belanda. Seluruh anggota PBB otomatis jg anggota MI.
Sengketa Internasional bisa dibawa ke MI dengan dua hal, pertama melalui keputusan khusus antarpihak, kedua melalui permohonan sendiri pihak yg bertikai. Setelah permohonan dilakukan, maka diadakan pemerikasaan perkara dan diputuskan mana yg bersalah dan akan diselesaiakan berdasarkan pasal-pasal hukum Internasional.

CARA-CARA PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL
1.      Negoisasi merupakan salah satu metode yang paling sederhana dan traisional dan tidak melibatkan pihak ketiga.
2.      Mediasi, merupakan bentuk lain dari Negoisasi, namun melibatkan pihak ketiga (mediator) yang akan memberikan solusi – solusi terbaik penyelesaian Sengketa.
3.      Inquiry, metode ini digunakan dengan mendirikan sebuah komisi atau badan yang bersifat Internasional untuk mencari bukti – bukti yang relevan.
4.      Konsiliasi, metode yang digunakan yang bersifat Internasional dalam suatu komisi yang dibentuk oleh pihak yang sifatnya permanen atau sementara berkaitan dengan proses penyelesaian sengketa.
PERJANJIAN INTERNASIONAL DAN TAHAPAN PERJANJIAN INTERNASIONAL
Tahap-tahap pembuatan perjanjian internasional adalah sebagai berikut :

1.      Tahap Perundingan (negotiation)

Pada tahap ini pihak-pihak akan mempertimbangkan terlebih dahulu materi yang hendak dicantumkan dalam naskah perjanjian. Materi tersebut ditinjau dari sudut pandang politik, ekonomi maupun keamanan dan juga mempertimbangkan akibat-akibat yang akan muncul setelah perjanjian disahka. Penunjukkan wakil suatu negara dalam perundingan diserahkan sepenuhnya kepada negara bersangkutan.


2.     Tahap Penandatangan (signature

Tahap penandatanganan diakhiri dengan penerimaan naskah (adoption of the text) dan pengesahan (authentication of the text). Apabila koferensi tidak menentukan cara pengesahan maka pengesahan dapat dilakukan dengan penendatanganan, penandatanganan sementara atau pembubuhan paraf. Dengan menandatangani suatu naskah perjanjian, berarti suatu negara telah menyetujui untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian.

3.     Tahap Ratifikasi (ratification)

Meskipun delegasi suatu negara telah menandatangani suatu perjanjian internasional, tidak berarti bahwa negara tersebut secara otomatis terikat pada perjanjian itu. Negara tersebut baru terikat pada materi/ isi perjanjian setelah naskah tersebut diratifikasi.
Ø Glosarium
·       Traktat (treaty): yaitu persetujuan yang dilakukan oleh dua Negara atau lebih yang mengadakan hubungan antar mereka. Kekuatan traktat sangat ketat karena mengatur masalah-masalah yang bersifat fundamental.
·       Konvensi (convention): yaitu persetujuan resmi yang bersifat multilateral atau persetujuan yang diterima oleh organ suatu organisasi internasional. Konvensi tidak berkaitan dengan kebijakan tingkat tinggi.
·       Deklarasi (declaration): yaitu pernyataan bersama mengenai suatu masalah dalam bidang politik, ekonomi, atau hokum. Deklarasi dapat berbentuk traktat, perjanjian bilateral, dokumen tidak resmi, dan perjanjian tidak resmi.
·       Piagam (statue): yaitu himpunan peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh persetujuan internasional, baik tentang pekerjaan kesatuan-kesatuan tertentu maupun ruang lingkup hak, kewajiban, tugas, wewenang, dan tanggung jawab lembaga-lembaga internasional.
·       Pakta (pact)                           : yaitu traktat dalam pengertian sempit yang pada umumnya berisi materi politis.
·       Persetujuan (agreement)       : yaitu suatu perjanjian internasional yang lebih bersifat teknis administratif. Agreement ini biasanya merupakan persetujuan antar pemerintah dan dilegalisir oleh wakil-wakil departemen tetapi tidak perlu diratifikasi oleh DPR Negara yang bersangkutan. Sifat persetujuan tidak seformal traktat dan konvensi.
·       Protokol (protocol)    : yaitu persetujuan yang isinya melengkapi (suplemen) suatu konvensi dan pada umumnya dibuat oleh kepala Negara. Protokol hanya mengatur masalah-masalah tambahan seperti penafsiran klausal-klausal tertentu dari suatu konvensi.
·       Perikatan (arrangement): yaitu suatu perjanjian yang biasanya digunakan untuk transaksi-transaksi yang bersifat sementara dan tidak seformal traktat dan konvensi.
·       Modus vivendi: yaitu dokumen untuk mencatat suatu persetujuan yang bersifat sementara.
·       Charter: yaitu istilah yang digunakan dalam perjanjian internasional untuk pendirian badan yang melakukan fungsi administratif.
·       Pertukaran nota (exchange of notes) : yaitu metode tidak resmi yang sering digunakan dalam praktik perjanjian internasional. Metode ini menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat mereka. Biasanya metode ini dilakukan oleh wakil-wakil militer dan Negara serta dapat bersifat nonagresi.
·       Proses verbal: yaitu catatan-catatan atau ringkasan-ringkasan atau kesimpulan-kesimpulan konferensi diplomatik atau catatan-catatan suatu pemufakatan. Proses verbal ini tidak perlu diratifikasi.
·       Convenant: merupakan anggaran dasar dari PBB.
·       Ketentuan umum (general act): yaitu traktat yang bersifat resmi dan tidak resmi.
·       Kompromis: yaitu tambahan atas persetujuan yang telah ada.
·       Ketentuan penutup (final act): yaitu ringkasan-ringkasan hasil konferensi yang menyebutkan Negara-negara peserta, utusan-utusan dari Negara yang turut berunding, serta masalah-masalah yang disetujui dalam konferensi dan tidak memerlukan ratifikasi.





3 komentar:

 
Ambhar Everyone © 2012 | Designed by Meingames and Bubble shooter